Senin, 28 Desember 2009

MODEL KEPERAWATAN MENURUT DOROTHEA OREM

Model keperawatan Orem pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1959 sampai dengan 2001 oleh Dorothea Orem yang juga dikenal model keperawatan “Perawatan Mandiri (Self Care)”. Orem mengembangkan konsep keperawatan sekitar tahun 1971, ia mempublikasikannya dalam sebuah buku yang berjudul “Nursing concept of practice self care”.Model keperawatan ini pada awalnya difokuskan pada perawatan individu, baru pada tahun 1980 pada edisi kedua bukunya teori ini dikembangkan pada mutipersons unit yaitu keluarga, kelompok dan komunitas. Teori ini biasanya digunakan dipusat pusat rehabilitasi dan perawatan kesehatan utama dimana pasien didorong untuk menjadi semandiri mungkin.
Pengertian keperawatan menurut Orem :
“Suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit” (Orem’s 1980).

* Keperawatan merupakan provisi dari perawatan mandiri yang mana berguna dalam mempertahankan hidup dan kesehatan, dalam proses penyembuhan dari penyakit atau trauma, atau sebagai suatu koping dari efek yang ditimbulkan oleh penyakit atau trauma.
* Keperawatan merupakan pelayanan terhadap masyarakat bukan turunan dari kedokteran.
* Keperawatan meningkatkan pencapaian tujuan dari perawatan diri secara mandiri.

Proses keperawatan menurut Orem
Proses keperawatan menurut Orem terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Tentukan mengapa pasien membutuhkan perawatan.
2. Buat suatu sistem keperawatan dan rencanakan cara cara yang akan ditempuh untuk menyampaikan pelayanan keperawatan.
3. Langkah yang ketiga yaitu managemen dari sistem keperawatan, muali dari perencanaan, pelaksaan dan kontrol dari intervensi keperawatan.

Teori keperawatan menurut Orem secara umum terdiri dari 3 teori yang berbuhubungan satu sama lainnya yaitu:
1. Self care theory atau teory perawatan mandiri yang terdiri dari 3 langkah syarat (requisitions) perawatan diri atau katagori.
2. Self care deficit atau gangguan perawatan diri ysng terdiri dari 5 metode bantuan.
3. Nursing system theory atau teori system keperawatan.

A. Self Care theory ( teori perawatan mandiri )
Teori ini didasarkan atas konsep konsep :

* Perawatan diri secara mandiri.
* Agensi agensi perawatan mandiri.
* Syarat kebutuhan perawatan mandiri.
* Kebutuhan perawatan mandiri yang terapeutik.

a. Perawatan diri secara mandiri.
Keperawatan diri adalah semua aktifitas yang dilakukan secara mandiri oleh seseorang atau individu guna untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatannya baik fisik, mental maupun spiritual sepanjang masa hidupnya. Karena pada dasarnya seseorang memilki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri dan orang lain. Perawatan mandiri merupakan perilaku yang dapat dipelajari yang dipengaruhi oleh metaparadigma seseorang, linkungan, kesehatan dan keperawatan.

b. Agensi agensi keperawatan mandiri menurut Orem.
Yaitu kemampuan individu untuk melakukan aktifitas perawatan diri sendiri, yang terdiri dari 2 agensi yaitu :
1. Self care agent yaitu orang atau individu yang melakukan atau menyediakan perawatan mandiri.
2. Dependent care agency yaitu orang selain individu yang menyediakan perawatan contohnya orang tua.

c. Syarat syarat atau kebutuhan akan perawatan mandiri menurut Orem.
Yaitu aksi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menyediakan perawatan mandiri yang terdiri atas 3 katagori yaitu:
1. Universal yaitu syarat syarat dan kebutuhan yang umum tau lazim untuk semua orang. Ini meliputi aktifitas aktifitas yang penting buat seseorang untuk mempertahankan kesehatan dan vitalitasnya. Ada 8 elemen yang masuk dalam kriteria ini yang meliputi: udara, air makanan, eliminasi, aktifitas dan istirahat, kesendirian dan interaksi social, pencegahan dari bahaya dan peningkatan kesehatan.
2. Developmental yaitu kebutuhan yang timbul akaibat dari proses kematangan atau kedewasaan atau juga terbentuk akibat dari situasi atau kejadian tertentu. Ini meliputi intervensi intervensi keperawatan dan pendidikan kesehatan yang dibentuk untuk mengembalikan atau menopang seseorang mencapai kondisi kesehatan yang optimal. Contohnya toilet training pada balita dan cara makan yang sehat.
3. Health deviation atau penyimpangan kesehatan yaitu kebutuhan yang disebabkan oleh adanya penyakit, ketidakmampuan, trauma atau akibat yang timbul dari proses pengobatannya. Dengan kata lain seseorang dengan berbagai variasi dapat memenuhi atau mendapatkan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kesehatan dan keseimbangan dalam arti atau cara yang lebih individual.
B. Self Care deficit Orem’s atau teori gangguan perawatan diri.
Ketika seseorang sangat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka sendiri, kekurangan atau gangguan perawatan diri terjadi. Ini merupakan pekerjaan perawat untuk menentukan gangguan atau kekurangan yang dimiliki oleh pasien dan menentukan intervensi perawatan apa yang dapat diberikan. Seseorang dapat memperoleh intervensi keperawatan jika institusi kesehatan menghalangi dirinya untuk melakukan perawatan diri secara mandiri atau dalam situasi dimana kemampuan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Intervensi keperawatannya difokuskan pada identifikasi terhadap keterbatasan atau kekurangan individu dan mengimplementasikan intervensi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Ada 4 metode bantuan yang dapat diperlukan oleh perawat yaitu:

* Aksi atau melakukan sesuatu tindakan keperawatan secara langsung.
* Membimbing.
* Pendidikan kesehatan.
* Memberikan dukungan.
* Menyediakan lingkungan untuk mendukung kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan sekarang ataupun yang akan datang.

C. Toeri system keperawatan menurut Orem .
Teori ini menjelaskan:

* Tanggung jawab perawat.
* Peran perawat dan pasien.
* Rasional dari hubungan perawat pasien.
* Jenis tindakan yang dibutuhkan untuk untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Toeri ini juga merujuk pada beberapa tindakan yang dibutuhkan oleh perawat untuk memnuhi kebutuhan perawatan pasien. Ini ditentukan oleh kebutuhan perawatan diri pasien yang terdiri atas 3 sistem yaitu:
1. Wholly compensatory yaitu pasien yang tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri secara total dan membutuhkan bantuan perawat secara penuh.
2. Partially compensatory yaitu pasien dan perawat bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan pasien
3. Educative/ supportive compensatory yaitu perawat berperan sebagai konsultan, guru dan narasumber, pasien secara madiri memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Penggunaan teori keperawatan Orem dilapangan.
• Teori keperawatan Orem banyak digunakan dalam kurikulum diberbagai sekolah sekolah keperawatan.
• Rencana asuhan keperawatan adalah sebagai contoh bagaimana teori ini digunakan dalam proses asuhan keperawatan.

Metaparadigma teory keperawatan Orem.
a. Individu ( pasien )

* Merupakan penerima dari pelayanan kesehatan.
* Manusia berfungsi secara biologis, siombolis dan sosial.
* Mempunyai kemampuan untuk belajar dan berkembang dan merupkan subjek terhadap perubahan alam.
* Dapat terlibat dalam tindakan tindakan yang disengaja, pemahaman terhadap pengalaman dan melakukan aksi yang menguntungkan bagi dirinya.
* Dapat belajar untuk memenuhi kebutuhan perawatannya sendiri .

Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena kapasitas manusia :

* Dapat merefleksikan diri mereka sendiri dan lingkungannnya.
* Mengungkapakan apa yang mereka rasakan.
* Menggunakan symbol symbol kreasi seperti ide ide atau kata kata dalam berfikir, berkomunikasi dan dalam membimbing usaha usaha yang menguntungkan dirinya ataupun orang lain.

b. Lingkungan.

1. Kondisi lingkungan – lingkungan fisik dan psycososial.
2. Linkungan tumbuh kembang – penigkatan pertumbuhan dan perkembangan diri, melalui motivasi untuk mencapai tujuan yang sesuai dan merubah perilaku guna untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Dapat secara positf dan negative memepengaruhi individu dalam mencapai pemenuhan kebutuhan perawatan diri secara mandiri.

c. Keperawatan

* Pelayanan yang ditujukan untuk membantu diri sendiri dan orang lain.
* Dibutuhkan jika kebutuhan akan keperawatan diri melebihi kemampuan individu untuk merawat dirinya sendiri.
* Mempromosikan pasien sebagai agen dalam perawatan diri secara mandiri.
* Memiliki berbagai komponen yang terdiri dari:

a. Nursing Art yaitu dasar teori keperawatan maupun displin ilmu yang lain seperti ilmu pengetahuan umum, seni dan kemanusiaan.
b. Nursing Prudence yaitu kualitas yang menyebabkan perawat mampu untuk mencari nasehat dalam situasi yang sulit atau baru, untuk membuat penilaian yang benar, untuk memutuskan bertindak dengan sikap sikap tertentu, dan atau untuk bertindak.
c. Nursing service yaitu sebuah bantuan pelayanan keperawatan.
d. Nursing agency yaitu kemampuan dari seorang register nurse.
e. Role and theory: peran perawat dan pasien tidak dapat dipisahkan karena mereka bekerja bersama sama untuk mencapai perawatan diri sendiri secara mandiri.
f. Tekhnologi khusus.
• Tehnologi social dan interpersonal diantaranya tehnologi komunikasi, koordinasi, menciptakan dan mempertahankan hubungan terapetik, memberikan bantuan.
• Tekhnologi regulasi diantaranya meningkatkan dan mempertahankan proses kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi dari psiko dan fisiologis.
d. Kesehatan

1. Mendukung dalam menigkatkan dan mempertahankan kesehatan
2. Mendukung anggapan dari pelayanan kesehatan yang menyeluruh untuk register nurse dan dan meningkatkan tanggung jawab pasien dalam perawatan.

Dengan mempelajari model konsep / teori keperawatan sebagaimana disampaikan dimuka maka dapat disimpulkan betapa perawat harus memahami apa yang harus dilakukan secara tepat dan akurat sehingga klien dapat memperoleh haknya secara tepat dan benar. Asuhan keperawatan dengan pemilihan model konsep / teori keperawatan yang sesuai dengan karakteristik klien dapat memberikan asuhan keperawatan yang relevan.

Model konsep / teori keperawatan self care mempunyai makna bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk memperolehnya sendiri kecuali jika tidak mampu. Dengan demikian perawat mengakui potensi pasien untuk berpartisipasi merawat dirinya sendiri pada tingkat kemampuannya dan perawatan dapat menentukan tingkat bantuan yang akan diberikan.
Untuk dapat menerapkan model konsep / teori keperawatan ini diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan yang mendalam terhadap teori keperawatan sehingga diperoleh kemampuan tehnikal dan sikap yang terapeutik.


Jumat, 11 Desember 2009

Phlebitis

Overview

Phlebitis (fle-BYE-tis), also called superficial phlebitis or thrombophlebitis , is a condition where the veins close to the surface of the body (superficial veins) is inflamed thus becoming swollen and redden. The inflammation causes a blood clot to form in the vein, and usually occurs in leg veins, but it may occur in an arm following improper injections. The thrombus in the vein causes pain and irritation, it may hinder blood flow in the veins. Phlebitis occur in the surface (superficial) and thrombosis in the deep veins.

Superficial phlebitis affects veins on the skin surface. The condition is rarely serious and, with proper care, usually resolves rapidly. Sometimes people with superficial phlebitis also get deep vein thrombophlebitis, so a medical evaluation is necessary.

Deep vein thrombosis affects the larger blood vessels deep in the legs. Large blood clots can form, which may break off and travel to the lungs. This is a serious condition called pulmonary embolism. This situation is rare in superficial thrombophlebitis

Causes

Phlebitis occurs in people with poor blood circulation or in veins damaged from intravenous drug use or an intravenous catheter. It can be a complication due to a medical or surgical procedure. Since Phlebitis is often caused by an injury to a vein., one is more likely to get phlebitis in veins where the blood flows more slowly than normal, such as varicose veins. A clot, called a thrombus , can form and adhere to the vein wall. Since there are no muscles to push the clot, it stays stuck inside the vein and blocks blood flow.

Phlebitis can also be a complication resulting from connective tissue disorders such as lupus erythematosous, or of pancreatic, breast, or ovarian cancers.

Some risk factors for phlebitis include the following:
Prolonged inactivity - Staying in bed or sitting for many hours, as in a car or on an airplane, creating stagnant or slow flow of blood from the legs in a dependent position (This pooling of blood in the legs leads to thrombus formation.)
Sedentary lifestyle - Not getting any exercise
Overweight and obesity
Cigarette smoking
Certain medical conditions, such as cancer or blood disorders, that increase the clotting potential of the blood
Injury to your arms or legs
Hormone replacement therapy or birth control pills
Pregnancy
Varicose veins

Symptoms and Complications

The area around the vein is red, swollen, and often painful. Because the blood in the vein tends to clot, the vein feels hard, not soft like a normal vein. The vein can feel hard down its entire length.

Superficial phlebitis
There is usually a slow onset of a painful tender red area along a superficial vein under the skin. A long, thin red area may be seen as the inflammation follows a superficial vein.
This area may feel hard, warm, and tender. The skin around the vein may be itchy and swollen.
Symptoms may be worse when the leg is lowered, especially when first getting out of bed in the morning.
Sometimes phlebitis may occur where a peripheral intravenous line was started. The surrounding area is swollen and may be sore and tender along the vein.
If an infection is present, symptoms may include redness, fever, pain, swelling, or breakdown of the skin.

Deep vein thrombosis (DVT)
This can be similar in presentation to superficial phlebitis, but some people may have no symptoms.
One may have pain and swelling throughout the entire limb. For example, one side of the lower leg may swell for no apparent reason.

Some people also get fever from a superimposed bacterial infection and skin discoloration and/or ulcers if the condition becomes chronic and inadequately treated earlier.

When to Seek Medical Care

Call your health care provider if you have signs and symptoms of swelling, pain, and inflamed superficial veins on the arms or legs. If you are not better in a week or two, get re-evaluated to make sure you don't have a more serious condition.

Deep vein thrombophlebitis requires immediate medical care. If you have any of these signs and symptoms, go to a hospital emergency department for evaluation:
High fever with any symptoms in an arm or leg
Lumps in a leg
Severe pain and swelling in an arm or leg

New, unexplained significant shortness of breath, which could be the first tip-off that a blood clot has already travelled to your lung

Making the Diagnosis

Your health care provider can tell that someone has phlebitis by examining the veins. An ultrasound scan may be performed to see if the phlebitis has spread into a deep vein. Ultrasound can detect clots or blockage of blood flow, especially in larger, more proximal (upper leg) veins. A small hand-held instrument (probe) is pressed against your skin to help identify blood clots and where the obstruction is. This is a painless, non-invasive test.

Occasionally a venogram is needed to identify blood clots in the smaller, more distal veins. This is an invasive procedure that requires injecting x-ray dye or contrast material into a vein on the foot, then an x-ray is taken of the flow of the dye up the leg.

Treatment and Prevention

Phlebitis usually improves on its own in a few days, although it may take a few weeks for the lumps and pain to disappear. Treatment usually consists of warm soaks, rest, and a non-steroidal anti-inflammatory drug such as aspirin (acetylsalicylic acid, ASA) or ibuprofen. Wearing elastic compression stockings also can help. The doctor might also remove the blood clot under local anaesthetic.

Doctors might do emergency surgery for phlebitis in the groin. Since this is the point where a superficial vein joins a deep vein, the blood clot could extend into a deep vein. Tying off the superficial vein under a local anaesthetic can prevent this from happening.

To prevent phlebitis, avoid smoking and participate in moderate physical activity to maintain muscle tone and promote circulation.
An anti-inflammatory drug, such as aspirin or ibuprofen, can help lessen the pain and inflammation.
If you increase your walking, you increase blood flow. This helps prevent blood clots from developing.
Prescription leg compression stockings (knee or thigh high) improve your blood flow and may help to relieve your pain and swelling.
Avoid bed rest for prolonged periods. It can make your symptoms worse.
If you have deep vein thrombophlebitis, you will probably need to stay in the hospital for a few days for diagnosis and treatment to ensure that no complications occur.

Medical Treatment
If your evaluation shows superficial phlebitis and you are otherwise healthy, you can go home. You will need to use compression stockings, heparin-containing ointmnets and anti-inflammatory medications to control your symptoms. Additional management involves elevation of the arm/leg and application of warm compresses. Only a few cases require antibiotics.
If you have a history of deep vein thrombophlebitis, or if the phlebitis might possibly spread to the deep veins, you will need to take a blood thinner (anticoagulant). The duration of anticoagulant treatment is usually between 3-6 months.
If you have signs of infection, you will need to take an antibiotic.

If the phlebitis has progressed to involve the deep veins, then it is a serious condition that often requires hospital admission for treatment and further evaluation. If you have a swollen limb contact your doctor immediatly.

Phlebitis in the superficial veins is rarely serious and usually responds to pain control, elevation, and warm compresses for 1-2 weeks. For more information about deep vein thrombophlebitis and its prognosis, see Blood Clot in the Legs.

Kamis, 10 Desember 2009

Proses Terjadinya Penuaan

1. Biologi

a. Teori “Genetic Clock”;

Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

b. Teori “Error”

Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.

c. Teori “Autoimun”

Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)

d. Teori “Free Radical”

Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.

e. Wear &Tear Teori

Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.

f. Teori kolagen

Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.

2. Teori Sosiologi

a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.

b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.

c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.

d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.

3. Teori Psikologis

a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.

b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.

c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.

d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.

4. Konsep Model Florence Nightingle

Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psikologis dan lingkungan sosial.

a. Lingkungan fisik (physical enviroment)

Merupakan lingkungan dasar/alami yan berhubungan dengan ventilasi dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap, bau-bauan.Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.

b. Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)

F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsang semua faktor untuk membantu pasien dalam mempertahankan emosinya.

Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungan dimana dia berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.

c. Lingkungan sosial (social environment)

Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang spesifik, kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.

Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu dibicarakan dalam hubungnya individu pasien yaitu lingkungan pasien secara menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.

d. Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep

Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan :

1) Individu / manusia

Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam menghadapi penyakit.

2) Keperawatan

Bertujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.

3) Sehat / sakit

Fokus pada perbaikan untuk sehat.

4) Masyarakaat / lingkungan

Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara dan cahaya.

e. Hubungan teori Florence Nightingale dengan proses keperawatan

1) Pengkajian / pengumpulan data

Data pengkajian Florence N lebih menitik beratkan pada kondisi lingkungan (lingkungan fisik, psikis dan sosial).

2) Analisa data

Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan.

3) Masalah

Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya :

§ Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan

§ Ventilasi

§ Pembuangan sampah

§ Pencemaran lingkungan

§ Komunikasi sosial, dll

4) Diagnosa keperawatan

Berrbagai masalah klien yang berhubungan dengan lingkungan antara lain :

§ Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan.

§ Penyesuaian terhadap lingkungan.

§ Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.

5) Implementasi

Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi kehidupan, perrtumbuhan dan perkembangan individu.

6) Evaluasi

Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan individu.

f. Hubungan teori Florence Nightingale dengan teori-teori lain :

1) Teori adaptasi

Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks lingkungan menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil tidaknya respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan tinjauan lingkungan yang dijelaskan Florence N.

Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai pengaruh dari lingkungannya berperanpenting pada setiap individu dalam berespon adaptif atau mal adaptif.

2) Teori kebutuhan

Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori Florence N, sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan air yang bersih.

Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam mempertahankan hidupnya.

3) Teori stress

Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam mencapai keinginan atau kebutuhan.

Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N, menekankan penempatan pasien dalam lingkungan yang optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping individu.

5. Teori Kejiwaan sosial

a) Aktifitas atau kegiatan ( activity theory )

- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah secara langsung. Teri ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan sosial

- Ukuran optimum ( pola hidup ) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia

- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

b) Kepribadian berlanjut ( continuity theory )

Dasar kepribadian aatau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

c) Teori Pembebasan ( Disengagement theory )

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara bengangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda ( tripel loss ), yakni 1) kehilangan peran 2) hambatan kontak sosial 3) berkurangnya kontak komitmen


Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

1. Perubahan Fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.

a. Sistem pernafasan pada lansia.

1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.

2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.

3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.

4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.

5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.

6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.

7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

Sistem persyarafan.

1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.

2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.

3) Mengecilnya syaraf panca indera.

4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.

1) Penglihatan

a) Kornea lebih berbentuk skeris.

b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon

terhadap sinar.

c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).

d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.

e) Hilangnya daya akomodasi.

f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.

g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.

2) Pendengaran.

a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :

Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.

c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.

3) Pengecap dan penghidu.

a) Menurunnya kemampuan pengecap.

b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.

4) Peraba.

a) Kemunduran dalam merasakan sakit.

b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.

b. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.

1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.

Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).

4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).

c. Sistem genito urinaria.

1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.

3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.

4) Atropi vulva.

5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.

6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.

d. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.

1) Produksi hampir semua hormon menurun.

2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.

3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.

4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.

5) Menurunnya produksi aldosteron.

6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.

7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).

e. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.

1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.

3) Esofagus melebar.

4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.

5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.

6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).

7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.

f. Sistem muskuloskeletal.

1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.

2) resiko terjadi fraktur.

3) kyphosis.

4) persendian besar & menjadi kaku.

5) pada wanita lansia > resiko fraktur.

6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.

7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang ).

a. Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.

b. Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus.

c. Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus

d. Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.

g. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.

1). Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

2). Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa

3). Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.

4). Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.

5). Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik.

6). Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.

7). Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.

8). Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.

9). Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.

10). Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.

11). Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.

1) Perubahan sistem reprduksi.

a) selaput lendir vagina menurun/kering.

b) menciutnya ovarium dan uterus.

c) atropi payudara.

d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur berangsur.

e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik.

2) Kegiatan sexual.

Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi, 2) rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.

Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :

a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

b. kesehatan umum

c. Ttingkat pendidikan

d. Keturunan (herediter)

e. Lingkungan

f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian

g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili

i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri

Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.

Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.

Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.

Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.

1. perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.

2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel sel otak.

3. Gangguan halusinasi.

4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.

5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.

3. Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970)


LANSIA

Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :

a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.

b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Cara Hidup Sehat Pada Lansia

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan.

Ada satu pendapat yang mengatakan “KESEHATAN TIDAK BERARTI SEGALA-GALANYA, TETAPI TANPA KESEHATAN SEGALANYA TIDAK BERARTI”, yang maksudnya orang yang sehat belum tentu hidupnya makmur, segala keinginannya terpenuhi, bisa saja hidupnya sederhana atau biasa saja. Akan tetapi kesehatan itu milik kita yang paling berharga, karena bila sakit kita tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menikmati dengan baik apa yang dimiliki. Oleh karena itu kita harus selalu menjaga, merawat, memelihara dan menyayangi kesehatan.

Hidup Sehat

Setiap orang pasti berkeinginan untuk terus dapat hidup sehat dan kuat sampai tua, untuk mencapainya ada berbagai cara yang dapat dilakukan, salah satu caranya adalah berperilaku hidup sehat.

Sebelum membahas tentang cara hidup sehat sebaiknya terlebih dahulu diketahui apa itu sehat. Karena banyak masyarakat yang beranggapan bahwa sehat adalah tidak sakit secara fisik saja. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera jiwa dan raga juga sosialnya. Sehat adalah suatu hadiah dari menjalankan hidup sehat. Oleh karena itu jika ingin terus menerus meningkatkan kesehatan harus menjalankan cara-cara hidup sehat.

Cara Hidup Sehat

Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang. Adapun cara-cara tersebut adalah:

1. Makan makanan yang bergizi dan seimbang

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan tambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena itu, kebutuhan gizi bagi para lanjut usia, perlu dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal, dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia adalah sebagai berikut (Depkes, 1991):

a. Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun dan pengatur.

b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur – sayuranan, kacang- kacangan, biji – bijian).

c. Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama lemak hewani.

d. Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang dikonsumsi dengan jumlah bertahap.

e. Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt, ikan.

f. Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.

g. Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang mengandung alkohol.

h. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.

i. Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan – bahan yang segar dan mudah dicerna.

j. Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng – gorengan.

k. Makan disesuaikan dengan kebutuhan

2. Minum air putih 1.5 – 2 liter

Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air putih 1,5 – 2 liter per hari.

Air sangat besar artinya bagi tubuh kita, karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit.

Dan air mineral atau air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah tinggi, obesitas dan sebagainya.

3. Olah raga teratur dan sesuai

Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding.

Beberapa contoh olahraga yang sesuai dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.

4. Istirahat, tidur yang cukup

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.

5. Menjaga kebersihan

Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan disini bukan hanya kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan, ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu, sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang ( telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis ), memakai alas kaki jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih.

Kebersihan lingkungan, dihalaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi makanan di meja makan. Pakain, sprei, gorden, karpet, seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik.

Namun perlu diingat dan disadari bahwa kondisi fisik perlu medapat bantuan dari orang lain, tetapi bila lansia tersebut masih mampu diusahakan untuk mandiri dan hanya diberi pengarahan.


6. Minum suplemen gizi yang diperlukan

Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi. Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.

7. Memeriksa kesehatan secara teratur

Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya lebih mudan dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko menyebabkan penyakit dapat di cegah. Ikutilan petunjuk dan saran dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai umur yang panjang dan tetap sehat.

8. Mental dan batin tenang dan seimbang

Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan bathin. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan bathin tenang dan seimbang adalah:

a. Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan jiwa dan pikiran menjadi tenang.

b. Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit jantung dan lain-lain.

c. Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria, bahagia, dan sehat.

9. Rekresi

Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat disesuaikan denga kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas sehari-hari.

10. Hubungan antar sesama yang sehat

Pertahankan hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman, karena hidup sehat bukan hanya sehat jasmani dan rohani tetapi juga harus sehat sosial. Dengan adanya hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman dapat membuat hidup lebih berarti yang selanjutnya akan mendorong seseorang untuk menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya karena ingin lebih lama menikmati kebersamaan dengan orang-orang yang dicintai dan disayangi.

11. Back to nature (kembali ke alam)

Seperti yang telah terjadi, gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur awetan, jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya tekhnologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaran walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, tubuh jadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.

Oleh karena itu salah satu upaya untuk hidup sehat adalah back to nature atau kembali lebih dekat dengan alam. Kita tidak harus menjauhi tekhnologi tetapi paling tidak kita harus menghindari bahan makanan kalengan, minuman kalengan, makanan yang diawetkan, makanan siap saji dan harus lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang segar dan juga minum air putih.

12. Semua yang dilakukan tidak berlebihan

Untuk menciptakan hidup yang sehat segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan.

Selasa, 08 Desember 2009

DEPRESI DAN BUNUH DIRI PADA LANSIA

A. LATAR BELAKANG

Depresi merupakan suatu gangguan keadaan tonus perasaan yang secara umum sitansai oleh rasa ksedihan, apatis, pesimisme, dan kesepian yang mengganggu aktivitas social dalam sehari – hari. Depresi biasanya terjadi pada saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, sebagian besar diantara kita pernahmerasa sedih atau jengkel, kehidupan yang penuh masalah, kekecewaan, kehilangan , dan frustasi yang muah menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputus asaan. Namun secara umum perasaan demikian itu normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau (Gred Wikinson, 1995).

Depresi dan lanjut usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa dimana semua orang berharapakan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta menikmati masa pension bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih saying. Pada kenyataannya tidak semua lanjut usia mendapatkannya. Berbagai persoalan hisup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkapanjangan, ataupun konflik dengan kluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bias merawatnyan dan lain ebagainya. Kondisi – kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak ada media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan memprtahankan depresinya, karma dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya kealam bawah sadar (Rice Philip I, 1994).

Menurut Organiosasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat depresi adalah gangguan mental yang umum terjadi diantara populasi. Diperkirakan 121 juta manusia dimuka bumi ini depresi. Dari jumlah itu 5,8 % Laki – laki dan 9,5 % Perempuan, dan hanya sekitar 30 % penderita depresi yang benar – benar mendapat pengobatan yang cukup, sekalipun telah tersedia teknologi pengobatan depresi yang efektif, ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam usia produktif, yakni cenderung pada usia kurang dari 45 tahun tidaklah mengherankan, bila diperkirakan 60 % dari seluruh kejadian Bunuh Diri terkait dengan depresi (Ahmad Djojosugito, 2002).

Depresi dialami oleh 80 % mereka yang berupaya atau melakukan bunuh diri pada penduduk yang di diagnosis mengalami gangguan jiwa. Bunuh diri adalah suatu pilihan untuk mengakhiri ketidak berdayaan, keputusan dan kemarahan diri akibat gangguan mood. Angka bunuh diri meningkat 3 kali lipat pada populasi remaja (usia 15 -24) karena terdapat peningkatan insiden depresi pada populadsi ini. Pria yang berusia 64 tahun memiliki angka bunuh diri 38/100.000 dibandingkan dengan angka 17/100.000 untuk semua pria di amerika serikat (Roy, 2000).

Menurut Sebuah penelitian di amerika, hamper 10 juta orang amerika mendeerite depresi dari semua kelompok usia, kelas social ekonomi, ras dan budaya. Angka depresi meningkat secara drastic diantara Lansia yang berada di instiitusi, dengan sekitar 50 % sampai 75 % menghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang. Dari jumlah itu, angka yang signifikan dari orang dewasa dan tidak terganggu secara kognitif (10 – 20 %) mengalami gejala- geajla yang cukup parah untuk memenuhi criteria diagnostic depresi klinis. Oleh karena itu, depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disignifikan merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak terjadi pada lansia, tetapi untungnya dapat diobati dan kembali sehat (Hermana, 2006).

Selain itu prevalensi depresi pada lansia didunia berkisar sekitar 8 – 15 % dan hasil meta analisis dari laporan – laporan Negara didunia mendapatkan pada lansia adalah 13,5 % dengan perbandingan waniti sampai pria 14,1 : 8,6. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan Panti Perawatan sebesar 30 – 45 %. Perempuan lebih banyak menderita depresi (Chaplin dan Prabova Royanti, 1998).

Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi karena gambaran klinisnya khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatic, seperti ; kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya. Depresi pada lansia juga tampil dalam bentuk pikiran agitatif, ansietas, atau penurunan fungsi kognitif. Sejumlah factor pencetus depresi pada lansia, antara lain factor biologic, psikologik, stress kronik, penggunaan obat.

Faktor Biologik misalnya factor genetic, perubahan structural otak, factor resiko vaskuler, kelemahan fisik, bahkan factor psikologik pencetus depresi pada lansia, yaitu tipe kepribadian, relasi, interpersonal ( Frank J.Bruno, 1997).

Frank J.Bruno dalam bukunya mengatasi depresi (1997) mengemukakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni ;

1. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan.
2. Distorsi dalam prilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderungakan kehilangan nafsu makan.
3. Gangguan tidur. Tergantung tiap orang dan barbagai factor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru banyak tidur.
4. gangguan dalam aktifitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin mencoba kelakuannya lebih dari kemampuannya dalam usaha untuk mengkomonikasikan idenya.
5. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan “saya selalu merasa lelah”.
6. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efekti. Orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri.
7. kapasitas menurun untuk bias berfikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara afektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk mengfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah dalam jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, “Saya tidak bias berkonsentrasi ?”/
8. perilaku merusak diri tidak langsung, contohnya : penyalahgunaan alcohol / narkoba, nikotin, dan obat – obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti diabetes, hypoglycemia, bias juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.
9. mempunyai pemikiran bunuh diri,merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung frank menambahkan bahwa tidak ada aturan yang pasti untuk setiap orang, tetapi merupakan konvensi untuk menyatakan bahwa kalau 5 atau lebih dari tanda – tanda atau gejala itu ada dan selalu terjadi, maka sangat mungkin seseorang mengalami depresi. Lain halnya jika seseorang mengalami gejala pada nomer 9, yakni punya keinginan untuk bunuh diri, maka Frank menganjurkan seseorang untuk segara mencari bantuan profesional secepat mungkin.
di kutip dari : MUJIAN CHANDRA

PENUAAN PADA SISTEM PERKEMIHAN

1. PENGERTIAN

Penuaan sistem perkemihan atau dalam bahasa medis disebut juga inkontenensia urine atau orang awam menyebut dengan beser adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).

2. ETIOLOGI

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.

Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Nah, obat-obatan ini bisa sebagai ‘biang keladi’ mengompol pada orang-orang tua. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.

3. KLASIFIKASI

Inkontenensia urine diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Inkontenensia urine akut

Penanganan IU akut pada usia lanjut berbeda tergantung kondisi yang dialami pasien. Penyebab IU akut antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.

IU akut juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai se­bab. Misalnya gangguan metabolik, se­perti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi de­ngan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein. Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor pe­nyebab produksi urin meningkat dan ha­­rus dilakukan terapi medis yang sesuai.

Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi nonfarmakologik atau farmakologik yang tepat.

2. Inkontenensia urine persisiten

Mengompol juga ada yang bersifat me­netap dan tidak terkait dengan penyakit akut, disebut IU persisten. stress, urgensi, overflow, dan gangguan fungsional adalah faktor penyebabnya. Tipe stress didefinisikan sebagai keluarnya urin involunter tatkala terdapat peningkatan tekanan intraabdomen, seperti batuk, tertawa, olahraga, dan lain-lain. Sedangkan urgensi adalah keluarnya urin akibat ketidakmampuan menunda berkemih tatkala timbul sensasi keinginan untuk berkemih.. Overflow adalah keluarnya urin akibat kekuatan mekanik pada kandung kemih yang overdidtensi atau factor lain yang berfek pada retensi urin dan fungsi sfingter.

4. PATOFISIOLOGI

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
• Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
• Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
• Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.

Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow Ada beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada umumnya dikelompokkan menjadi 4:

1. Urinary stress incontinence

2. Urge incontinence

3. Total incontinence

4. Overflow incontinence

Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering dipakai).

Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil, di mana otot ini bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing malam hari, dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan beberapa latihan. *Total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau ke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan tindakan operasi.

Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang lemah.Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.

5. PENATALAKSANAAN

Sejauh ini, penatalaksanaan inkontinensia urine terdiri atas tiga kategori utama, yaitu terapi nonfarmakologis (intervensi perilaku), farmakologis, dan pembedahan. Terapi farmakologis umumnya memakai obat-obatan dengan efektivitas dan efek samping berbeda. Strategi pengelolaan optimal amat bergantung pada pasien, tipe inkontinensia, dan manfaat tiap intervensi, serta ketepatan identifikasi penyebab inkontinensia urine. Terapi yang sebaiknya pertama kali dipilih adalah terapi nonfarmakologis sebelum menetapkan menggunakan terapi farmakologis atau terapi pembedahan.Teknik ini hanya sedikit mengandung risiko pada pasien dan bermanfaat menurunkan frekuensi inkontinensia urine. Terapi utama dalam kelompok terapi non farmakologis dikenal sebagai Behavioral Therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan kepada pasien untuk memodifikasi perilaku kesehariannya terhadap kontrol kandung kemih. Di sini termasuk:

• Pengaturan diet dan menghindari makanan/minuman yang mempengaruhi pola berkemih (seperti cafein, alkohol).

• Program latihan berkemih yaitu latihan penguatan otot dasar panggul (pelvic floor axercise, latihan fungsi kandung kemih (blandder training) dan program katerisasi intermitten.

• Latihan otot dasar panggul menggunakan biofeedback.

• Latihan otot dasar panggul menggunakan vaginal weight cone therapy. Selain behavioral therapies, dikenal pula intervensi lain, yaitu dan pemanfaatan berbagai alat bantu terapi inkontinensia.

Kombinasi antara terapi medikamentosa dan intervensi non farmakologis memberikan hasil pemulihan inkontinensia lebih baik. Penyulit terapi non farmakologis adalah perlunya kooperasi pasien untuk bekerjasama. Bila kerjasama tak terjalin, maka terapi tak akan berhasil. Oleh karenanya, diperlukan kecermatan dan ketelatenan tenaga medis dan paramedis untuk meyakinkan pasien dengan memberikan informasi yang benar dan mendampingi serta mengevaluasi secara teratur, sampai pemulihan maksimal tercapai.

Latihan Otot Dasar Panggul ( Plevic Floor Exercise )/ Kegel Exercise Latihan otot dasar panggul yaitu latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali kekuatan otot dasar panggul. Otot dasar panggul tak dapat dilihat dari luar, sehingga sulit untuk menilai kontraksinya secara langsung. Oleh karena itu, latihannya perlu benar-benar dipelajari, agar otot yang dilatih adalah otot yang tepat dan benar. Keberhasilan akan dicapai bila:

1. Pastikan bahwa pengertian pasien sama dengan yang anda maksud

2. Latihan dilakukan tepat pada otot dan cara yang benar

3. Lakukan secara teratur, beberapa kali per hari

4. Praktekkan secara langsung pada setiap saat dimana fungsi otot tersebut diperlukan

5. Latihan terus, tiada hari tanpa latihan Sebagian pasien, sulit mengerjakan latihan ini. Mereka mengasosiasikan kontraksi otot dasar panggul sebagai gerakan mengejan dengan konsentrasi pada otot dasar panggul. Hal ini salah, dan akan menimbulkan inkontinensia lebih parah lagi. Ada lagi yang mengartikannya sebagai gerakan mendekatkan kedua bokong, mengencangkan otot paha dan saling menekankan kedua lutut di sisi tengah. Gerakan ini takakan menghasilkan penguatan otot dasar panggul, melainkan menghasilkan bokong yang bagus dan paha yang kuat.

Program Latihan Dasar Kontraksi otot dasar panggul dilakukan dengan:

a. Cepat : Kontraksi-relaks-kontraksi-relaks-dst

b. Lambat : Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan hitungan kontraksi 2-3-4-relaks, istirahat-2-3-4, kontraksi-2-3-4 relaks-istirahat-dst. Latihan seri gerakan cepat disusul dengan gerakan lambat dengan frekuensi sama banyak. Misalnya, 5 kali kontraksi cepat, 5 kali kontraksi lambat. Latihan ini pun dikerjakan pada berbagai posisi, yaitu sambil berbaring, sambil duduk, sambil merangkak, berdiri, jongkok, dll. Harus dirasakan bahwa pada posisi apapun otot yang berkontraksi adalah otot dasar panggul. Jangan harapkan keberhasilan akan segera muncul, karena otot dasar panggul dan otot sfingter yang lemah, serta tak biasa dilatih, cenderung cepat lelah. Bila keadaan letih (fatig) tercapai, maka inkontinensia akan lebih sering terjadi. Oleh karena itu perlu dicari titik kelelahan pada setiap individu. Caranya, dilakukan dengan “trial and error”. Lakukan kontraksi dengan frekuensi tertentu cepat dan lambat, misalnya 4 kali atau 5 kali atau 6 kali dan tentukan frekuensi sebelum mencapai titik lelah dan otot menjadi lemah. Yang terakhir ini dapat dites dengan melakukan digital vaginal self asessment (vaginal toucher) yaitu, memasukkan dua jari tangan setelah dilumuri jelly, ke dalam vagina. Coba buka kedua jari arah antero-posterior dan minta pasien melawan gerakan tersebut dengan mengkontraksikan otot dasar panggul. Pada jari pemeriksaan akan terasa tekanan, ini berarti kekuatan otot positif, sekaligus dinilai, kekuatan tersebut lemah, sedang, atau kuat. Dapat diajarkan kepada pasien agar dia mampu melakukan sendiri digital vaginal self asessment.. Bila fasilitas memenuhi, kekuatan otot dasar panggul dapat diukur dengan suatu alat tertentu. Awali latihan dengan frekuensi latihan kecil, yaitu 3, 4 dan 5 kali kontraksi setiap seri. Frekuensi kontraksi ini disebut dosis kontraksi dasar. Lakukan pada dosis awal, 10 seri perhari, sehingga bila kontraksi dasar adalah 4 kali, maka perhari dilakukan kontraksi 4 cepat, 4 lambat, 10 kali = 80 kali kontraksi per hari. Ingat, tiada hari tanpa latihan. Dosis kontraksi dasar ditingkatkan setiap minggu, dengan menambahkan frekuensi kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan. Lakukan semua dengan perlahan, tak perlu cepat-cepat. Pada akhir minggu ke IV, sebaiknya telah dicapai 200 kontraksi perhari. Pada awalnya, latihan terasa berat, tetapi kemudian akan terbiasa dan terasa ringan. Sebagai parameter keberhasilan, dapat dipakai:

• Stop test

• Frekuensi miksi perhari

• Volume vaginal assessment

Bladder Training Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:

1. Refleks otomatik Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.

2. Refleks somatic Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal Langkah-langkah Bladder Training: 1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN 2. Rangsangan setiap waktu miksi

3. Kateterisasi:

a. Pemasangan indwelling cathether (IDC)=dauer cathether IDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping). Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adala penutupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidal fisiologis dimana kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kk

b. Kateterisasi berkala Keuntungan kateterisasi berkala antara lain: o Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkin o Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi normal o Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga feedback ke medula spinalis tetap terpelihara o Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari-harinya

Latihan Otot Dasar Panggul dengan Biofeedback Biofeedback sering dimanfaatkan untuk membantu pasien mengenali ketepatan otot dasar panggul yang akan dilatih. Caranya adalah dengan menempatkan vaginal perineometer dan dapat dimonitor melalui suara atau tampak kontraksi otot di kaca monitor. Pada penelitian, dibuktikan oleh Shepherd bahwa kombinasi latihan otot dasar panggul dengan biofeedback, meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan inkontinensia (91 persen) dibandingkan kelompok kontrol tanpa biofeedback (55 persen). Penyempurnaan biofeedback saat ini, dapat sekaligus memonitor kontraksi dan relaksasi otot dasar panggul dan otot abdomen. Bahkan biofeedback dapat digunakan di rumah, untuk latihan pasien inkontinensia.

Latihan Otot Dasar Panggul Menggunakan Vaginal Weight Cone Therapy Vaginal weight cone therapy adalah alat pemberat dengan berat antara 20 gr – 70 gr yang dimasukkan ke dalam vagina. Pasien diminta berdiri, berjalan normal, selama 15 menit dan harus menegangkan otot dasar panggul agar beban tersebut tidak jatuh. Dimulai dengan beban ringan dan kemudian ditingkatkan latihan dilakukan dua kali perhari. Latihan dievaluasi dibandingkan dengan pemulihan inkontinensianya. Tentu saja pada saat menstruasi, latihan ini jangan dilakukan. Electrical stimulation (ES) Terapi stimulasi listrik untuk inkontinensia mulai diperkenalkan pada masa kini, terutama untuk multiple lower urinary tract disorders. Stimulasi ditujukan kepada syaraf sacral otonomik atau syaraf somatik yang secara spesifik. Hasil terapi tergantung dari utuh tidaknya jaras syaraf antara sacral cord dan otot dasar panggul. Secara umum manfaat ES cukup baik, namun masih perlu penelitian lebih lanjut.

Alat Bantu Terapi Inkontinensia Banyak alat yang dirancang untuk membantu mengatasi inkontinensia, antara lain:

• Urinary Control Pad.

• Continence Shield.

• Urethral Occlusion Insert.

• Bladder Neck Prothesis.

• Vaginal Pessaries.

• Penile Cuffs and Clamps.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta;1999
2. Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002
DI SUSUN dari:

DOHIRIYAH ALMUSOFFA

DEMENSIA PADA LANSIA

A. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia juga merupakan gangguan kognitif yang ditandai dengan hilangnya fungsi intelektual yang berat. Dari pengkajian ditemukan disorientasi, daya ingat terganggu, gangguan penilaian, afek yang labil. Dimulai dengan disorientasi waktu, kemudian tempat dan orang. Daya ingat hilang terutama pengalaman baru,dan mungkain pengalaman lama teringat dengan jelas (Anna, Budi. 1993).
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

B. Penyebab Demensia
Demensia dapat disebabkan oleh beberapa hal, al:
a.Trauma (operasi atau tidak sengaja)
b.Infeksi kronis (sifilis)
c.Gangguan peredaran darah (anterioskerosis)

C. Gejala Demensia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adannya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat.. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).

D. Mekanisme Koping
Cara klien mengatasi emosi dengan kemampuan kognitif yang terganggu dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu. Klien yang mempunyai koping efektif akan lebih mudah mengatasi masalah saat ini. Menurut Stuart dan Sundeen (1987, hal. 600) koping yang biasanya dilakukan klien adalah mengingkari, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.

E. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.

F. Tingkah Laku Lansia dengan Demensia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.

G. Intervensi Demensia
1.Orientasi
Disorientasi merupakan masalah umum yang terjadi pada gangguan kognitif. Intervensi ditujukan untuk membantu klien berfungsi dilingkungannya.
2.Komunikasi
Hilangnya daya ingat sering membuat klien frustasijadi sebaiknya topic percakapan hendaknya dipilih oleh klien sendiri.
3.Penguatan koping
Pemakaian koping pada waktu lalu lebih sering dipakai, dan sebaiknya perawat perlu mengkaji sumber kecemasan dan coba menguranginya.
4.Kurangi agitasi.
Klien dapat menjadi agitasi jika dorongan melakukan sesuatu yang tidak biasa dan tidak jelas. Beri penjelasan, jika mungkin beri pilihan. Jadwal harian dapat membantu klien untuk menyiapkan diri.

Kesimpulan
Demensia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari penderitanya. Kondisi penderita demensia secara perlahan mengalami kemunduran yang tidak dapat dihindarkan. Memahami kondisi penderita dan merawat dengan sabar adalah peran penting keluarga yang salah satu anggotanya menderita demensia.

Referensi
Anna, Budi. 1993. Gangguan Kognitif. Jakarta.EGC
Http://www.Kamusilmiah.Com/kesehatan/mengenal-demensia-pada-lanjut-usia/
Dwi Nurviyandari Kusuma Wati, Community Nursing Master Program pada Medicine Faculty, School of Health Sciences, Kagoshima University, Japan

dikutip dari Novia Kurnilawati