Model keperawatan Orem pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1959 sampai dengan 2001 oleh Dorothea Orem yang juga dikenal model keperawatan “Perawatan Mandiri (Self Care)”. Orem mengembangkan konsep keperawatan sekitar tahun 1971, ia mempublikasikannya dalam sebuah buku yang berjudul “Nursing concept of practice self care”.Model keperawatan ini pada awalnya difokuskan pada perawatan individu, baru pada tahun 1980 pada edisi kedua bukunya teori ini dikembangkan pada mutipersons unit yaitu keluarga, kelompok dan komunitas. Teori ini biasanya digunakan dipusat pusat rehabilitasi dan perawatan kesehatan utama dimana pasien didorong untuk menjadi semandiri mungkin.
Pengertian keperawatan menurut Orem :
“Suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit” (Orem’s 1980).
* Keperawatan merupakan provisi dari perawatan mandiri yang mana berguna dalam mempertahankan hidup dan kesehatan, dalam proses penyembuhan dari penyakit atau trauma, atau sebagai suatu koping dari efek yang ditimbulkan oleh penyakit atau trauma.
* Keperawatan merupakan pelayanan terhadap masyarakat bukan turunan dari kedokteran.
* Keperawatan meningkatkan pencapaian tujuan dari perawatan diri secara mandiri.
Proses keperawatan menurut Orem
Proses keperawatan menurut Orem terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Tentukan mengapa pasien membutuhkan perawatan.
2. Buat suatu sistem keperawatan dan rencanakan cara cara yang akan ditempuh untuk menyampaikan pelayanan keperawatan.
3. Langkah yang ketiga yaitu managemen dari sistem keperawatan, muali dari perencanaan, pelaksaan dan kontrol dari intervensi keperawatan.
Teori keperawatan menurut Orem secara umum terdiri dari 3 teori yang berbuhubungan satu sama lainnya yaitu:
1. Self care theory atau teory perawatan mandiri yang terdiri dari 3 langkah syarat (requisitions) perawatan diri atau katagori.
2. Self care deficit atau gangguan perawatan diri ysng terdiri dari 5 metode bantuan.
3. Nursing system theory atau teori system keperawatan.
A. Self Care theory ( teori perawatan mandiri )
Teori ini didasarkan atas konsep konsep :
* Perawatan diri secara mandiri.
* Agensi agensi perawatan mandiri.
* Syarat kebutuhan perawatan mandiri.
* Kebutuhan perawatan mandiri yang terapeutik.
a. Perawatan diri secara mandiri.
Keperawatan diri adalah semua aktifitas yang dilakukan secara mandiri oleh seseorang atau individu guna untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatannya baik fisik, mental maupun spiritual sepanjang masa hidupnya. Karena pada dasarnya seseorang memilki kemampuan untuk merawat dirinya sendiri dan orang lain. Perawatan mandiri merupakan perilaku yang dapat dipelajari yang dipengaruhi oleh metaparadigma seseorang, linkungan, kesehatan dan keperawatan.
b. Agensi agensi keperawatan mandiri menurut Orem.
Yaitu kemampuan individu untuk melakukan aktifitas perawatan diri sendiri, yang terdiri dari 2 agensi yaitu :
1. Self care agent yaitu orang atau individu yang melakukan atau menyediakan perawatan mandiri.
2. Dependent care agency yaitu orang selain individu yang menyediakan perawatan contohnya orang tua.
c. Syarat syarat atau kebutuhan akan perawatan mandiri menurut Orem.
Yaitu aksi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menyediakan perawatan mandiri yang terdiri atas 3 katagori yaitu:
1. Universal yaitu syarat syarat dan kebutuhan yang umum tau lazim untuk semua orang. Ini meliputi aktifitas aktifitas yang penting buat seseorang untuk mempertahankan kesehatan dan vitalitasnya. Ada 8 elemen yang masuk dalam kriteria ini yang meliputi: udara, air makanan, eliminasi, aktifitas dan istirahat, kesendirian dan interaksi social, pencegahan dari bahaya dan peningkatan kesehatan.
2. Developmental yaitu kebutuhan yang timbul akaibat dari proses kematangan atau kedewasaan atau juga terbentuk akibat dari situasi atau kejadian tertentu. Ini meliputi intervensi intervensi keperawatan dan pendidikan kesehatan yang dibentuk untuk mengembalikan atau menopang seseorang mencapai kondisi kesehatan yang optimal. Contohnya toilet training pada balita dan cara makan yang sehat.
3. Health deviation atau penyimpangan kesehatan yaitu kebutuhan yang disebabkan oleh adanya penyakit, ketidakmampuan, trauma atau akibat yang timbul dari proses pengobatannya. Dengan kata lain seseorang dengan berbagai variasi dapat memenuhi atau mendapatkan pelayanan kesehatan dan mempertahankan kesehatan dan keseimbangan dalam arti atau cara yang lebih individual.
B. Self Care deficit Orem’s atau teori gangguan perawatan diri.
Ketika seseorang sangat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri mereka sendiri, kekurangan atau gangguan perawatan diri terjadi. Ini merupakan pekerjaan perawat untuk menentukan gangguan atau kekurangan yang dimiliki oleh pasien dan menentukan intervensi perawatan apa yang dapat diberikan. Seseorang dapat memperoleh intervensi keperawatan jika institusi kesehatan menghalangi dirinya untuk melakukan perawatan diri secara mandiri atau dalam situasi dimana kemampuan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Intervensi keperawatannya difokuskan pada identifikasi terhadap keterbatasan atau kekurangan individu dan mengimplementasikan intervensi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Ada 4 metode bantuan yang dapat diperlukan oleh perawat yaitu:
* Aksi atau melakukan sesuatu tindakan keperawatan secara langsung.
* Membimbing.
* Pendidikan kesehatan.
* Memberikan dukungan.
* Menyediakan lingkungan untuk mendukung kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan sekarang ataupun yang akan datang.
C. Toeri system keperawatan menurut Orem .
Teori ini menjelaskan:
* Tanggung jawab perawat.
* Peran perawat dan pasien.
* Rasional dari hubungan perawat pasien.
* Jenis tindakan yang dibutuhkan untuk untuk memenuhi kebutuhan pasien.
Toeri ini juga merujuk pada beberapa tindakan yang dibutuhkan oleh perawat untuk memnuhi kebutuhan perawatan pasien. Ini ditentukan oleh kebutuhan perawatan diri pasien yang terdiri atas 3 sistem yaitu:
1. Wholly compensatory yaitu pasien yang tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri secara total dan membutuhkan bantuan perawat secara penuh.
2. Partially compensatory yaitu pasien dan perawat bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan pasien
3. Educative/ supportive compensatory yaitu perawat berperan sebagai konsultan, guru dan narasumber, pasien secara madiri memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.
Penggunaan teori keperawatan Orem dilapangan.
• Teori keperawatan Orem banyak digunakan dalam kurikulum diberbagai sekolah sekolah keperawatan.
• Rencana asuhan keperawatan adalah sebagai contoh bagaimana teori ini digunakan dalam proses asuhan keperawatan.
Metaparadigma teory keperawatan Orem.
a. Individu ( pasien )
* Merupakan penerima dari pelayanan kesehatan.
* Manusia berfungsi secara biologis, siombolis dan sosial.
* Mempunyai kemampuan untuk belajar dan berkembang dan merupkan subjek terhadap perubahan alam.
* Dapat terlibat dalam tindakan tindakan yang disengaja, pemahaman terhadap pengalaman dan melakukan aksi yang menguntungkan bagi dirinya.
* Dapat belajar untuk memenuhi kebutuhan perawatannya sendiri .
Manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena kapasitas manusia :
* Dapat merefleksikan diri mereka sendiri dan lingkungannnya.
* Mengungkapakan apa yang mereka rasakan.
* Menggunakan symbol symbol kreasi seperti ide ide atau kata kata dalam berfikir, berkomunikasi dan dalam membimbing usaha usaha yang menguntungkan dirinya ataupun orang lain.
b. Lingkungan.
1. Kondisi lingkungan – lingkungan fisik dan psycososial.
2. Linkungan tumbuh kembang – penigkatan pertumbuhan dan perkembangan diri, melalui motivasi untuk mencapai tujuan yang sesuai dan merubah perilaku guna untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Dapat secara positf dan negative memepengaruhi individu dalam mencapai pemenuhan kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
c. Keperawatan
* Pelayanan yang ditujukan untuk membantu diri sendiri dan orang lain.
* Dibutuhkan jika kebutuhan akan keperawatan diri melebihi kemampuan individu untuk merawat dirinya sendiri.
* Mempromosikan pasien sebagai agen dalam perawatan diri secara mandiri.
* Memiliki berbagai komponen yang terdiri dari:
a. Nursing Art yaitu dasar teori keperawatan maupun displin ilmu yang lain seperti ilmu pengetahuan umum, seni dan kemanusiaan.
b. Nursing Prudence yaitu kualitas yang menyebabkan perawat mampu untuk mencari nasehat dalam situasi yang sulit atau baru, untuk membuat penilaian yang benar, untuk memutuskan bertindak dengan sikap sikap tertentu, dan atau untuk bertindak.
c. Nursing service yaitu sebuah bantuan pelayanan keperawatan.
d. Nursing agency yaitu kemampuan dari seorang register nurse.
e. Role and theory: peran perawat dan pasien tidak dapat dipisahkan karena mereka bekerja bersama sama untuk mencapai perawatan diri sendiri secara mandiri.
f. Tekhnologi khusus.
• Tehnologi social dan interpersonal diantaranya tehnologi komunikasi, koordinasi, menciptakan dan mempertahankan hubungan terapetik, memberikan bantuan.
• Tekhnologi regulasi diantaranya meningkatkan dan mempertahankan proses kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi dari psiko dan fisiologis.
d. Kesehatan
1. Mendukung dalam menigkatkan dan mempertahankan kesehatan
2. Mendukung anggapan dari pelayanan kesehatan yang menyeluruh untuk register nurse dan dan meningkatkan tanggung jawab pasien dalam perawatan.
Dengan mempelajari model konsep / teori keperawatan sebagaimana disampaikan dimuka maka dapat disimpulkan betapa perawat harus memahami apa yang harus dilakukan secara tepat dan akurat sehingga klien dapat memperoleh haknya secara tepat dan benar. Asuhan keperawatan dengan pemilihan model konsep / teori keperawatan yang sesuai dengan karakteristik klien dapat memberikan asuhan keperawatan yang relevan.
Model konsep / teori keperawatan self care mempunyai makna bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk memperolehnya sendiri kecuali jika tidak mampu. Dengan demikian perawat mengakui potensi pasien untuk berpartisipasi merawat dirinya sendiri pada tingkat kemampuannya dan perawatan dapat menentukan tingkat bantuan yang akan diberikan.
Untuk dapat menerapkan model konsep / teori keperawatan ini diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan yang mendalam terhadap teori keperawatan sehingga diperoleh kemampuan tehnikal dan sikap yang terapeutik.
fakultas ilmu keperawatan UNPAD
By David Maulana
Senin, 28 Desember 2009
Jumat, 11 Desember 2009
Phlebitis
Overview
Phlebitis (fle-BYE-tis), also called superficial phlebitis or thrombophlebitis , is a condition where the veins close to the surface of the body (superficial veins) is inflamed thus becoming swollen and redden. The inflammation causes a blood clot to form in the vein, and usually occurs in leg veins, but it may occur in an arm following improper injections. The thrombus in the vein causes pain and irritation, it may hinder blood flow in the veins. Phlebitis occur in the surface (superficial) and thrombosis in the deep veins.
Superficial phlebitis affects veins on the skin surface. The condition is rarely serious and, with proper care, usually resolves rapidly. Sometimes people with superficial phlebitis also get deep vein thrombophlebitis, so a medical evaluation is necessary.
Deep vein thrombosis affects the larger blood vessels deep in the legs. Large blood clots can form, which may break off and travel to the lungs. This is a serious condition called pulmonary embolism. This situation is rare in superficial thrombophlebitis
Causes
Phlebitis occurs in people with poor blood circulation or in veins damaged from intravenous drug use or an intravenous catheter. It can be a complication due to a medical or surgical procedure. Since Phlebitis is often caused by an injury to a vein., one is more likely to get phlebitis in veins where the blood flows more slowly than normal, such as varicose veins. A clot, called a thrombus , can form and adhere to the vein wall. Since there are no muscles to push the clot, it stays stuck inside the vein and blocks blood flow.
Phlebitis can also be a complication resulting from connective tissue disorders such as lupus erythematosous, or of pancreatic, breast, or ovarian cancers.
Some risk factors for phlebitis include the following:
Prolonged inactivity - Staying in bed or sitting for many hours, as in a car or on an airplane, creating stagnant or slow flow of blood from the legs in a dependent position (This pooling of blood in the legs leads to thrombus formation.)
Sedentary lifestyle - Not getting any exercise
Overweight and obesity
Cigarette smoking
Certain medical conditions, such as cancer or blood disorders, that increase the clotting potential of the blood
Injury to your arms or legs
Hormone replacement therapy or birth control pills
Pregnancy
Varicose veins
Symptoms and Complications
The area around the vein is red, swollen, and often painful. Because the blood in the vein tends to clot, the vein feels hard, not soft like a normal vein. The vein can feel hard down its entire length.
Superficial phlebitis
There is usually a slow onset of a painful tender red area along a superficial vein under the skin. A long, thin red area may be seen as the inflammation follows a superficial vein.
This area may feel hard, warm, and tender. The skin around the vein may be itchy and swollen.
Symptoms may be worse when the leg is lowered, especially when first getting out of bed in the morning.
Sometimes phlebitis may occur where a peripheral intravenous line was started. The surrounding area is swollen and may be sore and tender along the vein.
If an infection is present, symptoms may include redness, fever, pain, swelling, or breakdown of the skin.
Deep vein thrombosis (DVT)
This can be similar in presentation to superficial phlebitis, but some people may have no symptoms.
One may have pain and swelling throughout the entire limb. For example, one side of the lower leg may swell for no apparent reason.
Some people also get fever from a superimposed bacterial infection and skin discoloration and/or ulcers if the condition becomes chronic and inadequately treated earlier.
When to Seek Medical Care
Call your health care provider if you have signs and symptoms of swelling, pain, and inflamed superficial veins on the arms or legs. If you are not better in a week or two, get re-evaluated to make sure you don't have a more serious condition.
Deep vein thrombophlebitis requires immediate medical care. If you have any of these signs and symptoms, go to a hospital emergency department for evaluation:
High fever with any symptoms in an arm or leg
Lumps in a leg
Severe pain and swelling in an arm or leg
New, unexplained significant shortness of breath, which could be the first tip-off that a blood clot has already travelled to your lung
Making the Diagnosis
Your health care provider can tell that someone has phlebitis by examining the veins. An ultrasound scan may be performed to see if the phlebitis has spread into a deep vein. Ultrasound can detect clots or blockage of blood flow, especially in larger, more proximal (upper leg) veins. A small hand-held instrument (probe) is pressed against your skin to help identify blood clots and where the obstruction is. This is a painless, non-invasive test.
Occasionally a venogram is needed to identify blood clots in the smaller, more distal veins. This is an invasive procedure that requires injecting x-ray dye or contrast material into a vein on the foot, then an x-ray is taken of the flow of the dye up the leg.
Treatment and Prevention
Phlebitis usually improves on its own in a few days, although it may take a few weeks for the lumps and pain to disappear. Treatment usually consists of warm soaks, rest, and a non-steroidal anti-inflammatory drug such as aspirin (acetylsalicylic acid, ASA) or ibuprofen. Wearing elastic compression stockings also can help. The doctor might also remove the blood clot under local anaesthetic.
Doctors might do emergency surgery for phlebitis in the groin. Since this is the point where a superficial vein joins a deep vein, the blood clot could extend into a deep vein. Tying off the superficial vein under a local anaesthetic can prevent this from happening.
To prevent phlebitis, avoid smoking and participate in moderate physical activity to maintain muscle tone and promote circulation.
An anti-inflammatory drug, such as aspirin or ibuprofen, can help lessen the pain and inflammation.
If you increase your walking, you increase blood flow. This helps prevent blood clots from developing.
Prescription leg compression stockings (knee or thigh high) improve your blood flow and may help to relieve your pain and swelling.
Avoid bed rest for prolonged periods. It can make your symptoms worse.
If you have deep vein thrombophlebitis, you will probably need to stay in the hospital for a few days for diagnosis and treatment to ensure that no complications occur.
Medical Treatment
If your evaluation shows superficial phlebitis and you are otherwise healthy, you can go home. You will need to use compression stockings, heparin-containing ointmnets and anti-inflammatory medications to control your symptoms. Additional management involves elevation of the arm/leg and application of warm compresses. Only a few cases require antibiotics.
If you have a history of deep vein thrombophlebitis, or if the phlebitis might possibly spread to the deep veins, you will need to take a blood thinner (anticoagulant). The duration of anticoagulant treatment is usually between 3-6 months.
If you have signs of infection, you will need to take an antibiotic.
If the phlebitis has progressed to involve the deep veins, then it is a serious condition that often requires hospital admission for treatment and further evaluation. If you have a swollen limb contact your doctor immediatly.
Phlebitis in the superficial veins is rarely serious and usually responds to pain control, elevation, and warm compresses for 1-2 weeks. For more information about deep vein thrombophlebitis and its prognosis, see Blood Clot in the Legs.
Phlebitis (fle-BYE-tis), also called superficial phlebitis or thrombophlebitis , is a condition where the veins close to the surface of the body (superficial veins) is inflamed thus becoming swollen and redden. The inflammation causes a blood clot to form in the vein, and usually occurs in leg veins, but it may occur in an arm following improper injections. The thrombus in the vein causes pain and irritation, it may hinder blood flow in the veins. Phlebitis occur in the surface (superficial) and thrombosis in the deep veins.
Superficial phlebitis affects veins on the skin surface. The condition is rarely serious and, with proper care, usually resolves rapidly. Sometimes people with superficial phlebitis also get deep vein thrombophlebitis, so a medical evaluation is necessary.
Deep vein thrombosis affects the larger blood vessels deep in the legs. Large blood clots can form, which may break off and travel to the lungs. This is a serious condition called pulmonary embolism. This situation is rare in superficial thrombophlebitis
Causes
Phlebitis occurs in people with poor blood circulation or in veins damaged from intravenous drug use or an intravenous catheter. It can be a complication due to a medical or surgical procedure. Since Phlebitis is often caused by an injury to a vein., one is more likely to get phlebitis in veins where the blood flows more slowly than normal, such as varicose veins. A clot, called a thrombus , can form and adhere to the vein wall. Since there are no muscles to push the clot, it stays stuck inside the vein and blocks blood flow.
Phlebitis can also be a complication resulting from connective tissue disorders such as lupus erythematosous, or of pancreatic, breast, or ovarian cancers.
Some risk factors for phlebitis include the following:
Prolonged inactivity - Staying in bed or sitting for many hours, as in a car or on an airplane, creating stagnant or slow flow of blood from the legs in a dependent position (This pooling of blood in the legs leads to thrombus formation.)
Sedentary lifestyle - Not getting any exercise
Overweight and obesity
Cigarette smoking
Certain medical conditions, such as cancer or blood disorders, that increase the clotting potential of the blood
Injury to your arms or legs
Hormone replacement therapy or birth control pills
Pregnancy
Varicose veins
Symptoms and Complications
The area around the vein is red, swollen, and often painful. Because the blood in the vein tends to clot, the vein feels hard, not soft like a normal vein. The vein can feel hard down its entire length.
Superficial phlebitis
There is usually a slow onset of a painful tender red area along a superficial vein under the skin. A long, thin red area may be seen as the inflammation follows a superficial vein.
This area may feel hard, warm, and tender. The skin around the vein may be itchy and swollen.
Symptoms may be worse when the leg is lowered, especially when first getting out of bed in the morning.
Sometimes phlebitis may occur where a peripheral intravenous line was started. The surrounding area is swollen and may be sore and tender along the vein.
If an infection is present, symptoms may include redness, fever, pain, swelling, or breakdown of the skin.
Deep vein thrombosis (DVT)
This can be similar in presentation to superficial phlebitis, but some people may have no symptoms.
One may have pain and swelling throughout the entire limb. For example, one side of the lower leg may swell for no apparent reason.
Some people also get fever from a superimposed bacterial infection and skin discoloration and/or ulcers if the condition becomes chronic and inadequately treated earlier.
When to Seek Medical Care
Call your health care provider if you have signs and symptoms of swelling, pain, and inflamed superficial veins on the arms or legs. If you are not better in a week or two, get re-evaluated to make sure you don't have a more serious condition.
Deep vein thrombophlebitis requires immediate medical care. If you have any of these signs and symptoms, go to a hospital emergency department for evaluation:
High fever with any symptoms in an arm or leg
Lumps in a leg
Severe pain and swelling in an arm or leg
New, unexplained significant shortness of breath, which could be the first tip-off that a blood clot has already travelled to your lung
Making the Diagnosis
Your health care provider can tell that someone has phlebitis by examining the veins. An ultrasound scan may be performed to see if the phlebitis has spread into a deep vein. Ultrasound can detect clots or blockage of blood flow, especially in larger, more proximal (upper leg) veins. A small hand-held instrument (probe) is pressed against your skin to help identify blood clots and where the obstruction is. This is a painless, non-invasive test.
Occasionally a venogram is needed to identify blood clots in the smaller, more distal veins. This is an invasive procedure that requires injecting x-ray dye or contrast material into a vein on the foot, then an x-ray is taken of the flow of the dye up the leg.
Treatment and Prevention
Phlebitis usually improves on its own in a few days, although it may take a few weeks for the lumps and pain to disappear. Treatment usually consists of warm soaks, rest, and a non-steroidal anti-inflammatory drug such as aspirin (acetylsalicylic acid, ASA) or ibuprofen. Wearing elastic compression stockings also can help. The doctor might also remove the blood clot under local anaesthetic.
Doctors might do emergency surgery for phlebitis in the groin. Since this is the point where a superficial vein joins a deep vein, the blood clot could extend into a deep vein. Tying off the superficial vein under a local anaesthetic can prevent this from happening.
To prevent phlebitis, avoid smoking and participate in moderate physical activity to maintain muscle tone and promote circulation.
An anti-inflammatory drug, such as aspirin or ibuprofen, can help lessen the pain and inflammation.
If you increase your walking, you increase blood flow. This helps prevent blood clots from developing.
Prescription leg compression stockings (knee or thigh high) improve your blood flow and may help to relieve your pain and swelling.
Avoid bed rest for prolonged periods. It can make your symptoms worse.
If you have deep vein thrombophlebitis, you will probably need to stay in the hospital for a few days for diagnosis and treatment to ensure that no complications occur.
Medical Treatment
If your evaluation shows superficial phlebitis and you are otherwise healthy, you can go home. You will need to use compression stockings, heparin-containing ointmnets and anti-inflammatory medications to control your symptoms. Additional management involves elevation of the arm/leg and application of warm compresses. Only a few cases require antibiotics.
If you have a history of deep vein thrombophlebitis, or if the phlebitis might possibly spread to the deep veins, you will need to take a blood thinner (anticoagulant). The duration of anticoagulant treatment is usually between 3-6 months.
If you have signs of infection, you will need to take an antibiotic.
If the phlebitis has progressed to involve the deep veins, then it is a serious condition that often requires hospital admission for treatment and further evaluation. If you have a swollen limb contact your doctor immediatly.
Phlebitis in the superficial veins is rarely serious and usually responds to pain control, elevation, and warm compresses for 1-2 weeks. For more information about deep vein thrombophlebitis and its prognosis, see Blood Clot in the Legs.
Kamis, 10 Desember 2009
Proses Terjadinya Penuaan
1. Biologi
a. Teori “Genetic Clock”;
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
4. Konsep Model Florence Nightingle
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psikologis dan lingkungan sosial.
a. Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yan berhubungan dengan ventilasi dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap, bau-bauan.Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.
b. Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsang semua faktor untuk membantu pasien dalam mempertahankan emosinya.
Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungan dimana dia berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
c. Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang spesifik, kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu dibicarakan dalam hubungnya individu pasien yaitu lingkungan pasien secara menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.
d. Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep
Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan :
1) Individu / manusia
Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam menghadapi penyakit.
2) Keperawatan
Bertujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.
3) Sehat / sakit
Fokus pada perbaikan untuk sehat.
4) Masyarakaat / lingkungan
Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara dan cahaya.
e. Hubungan teori Florence Nightingale dengan proses keperawatan
1) Pengkajian / pengumpulan data
Data pengkajian Florence N lebih menitik beratkan pada kondisi lingkungan (lingkungan fisik, psikis dan sosial).
2) Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan.
3) Masalah
Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya :
§ Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan
§ Ventilasi
§ Pembuangan sampah
§ Pencemaran lingkungan
§ Komunikasi sosial, dll
4) Diagnosa keperawatan
Berrbagai masalah klien yang berhubungan dengan lingkungan antara lain :
§ Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan.
§ Penyesuaian terhadap lingkungan.
§ Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.
5) Implementasi
Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi kehidupan, perrtumbuhan dan perkembangan individu.
6) Evaluasi
Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan individu.
f. Hubungan teori Florence Nightingale dengan teori-teori lain :
1) Teori adaptasi
Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks lingkungan menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil tidaknya respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan tinjauan lingkungan yang dijelaskan Florence N.
Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai pengaruh dari lingkungannya berperanpenting pada setiap individu dalam berespon adaptif atau mal adaptif.
2) Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori Florence N, sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan air yang bersih.
Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam mempertahankan hidupnya.
3) Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam mencapai keinginan atau kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N, menekankan penempatan pasien dalam lingkungan yang optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping individu.
5. Teori Kejiwaan sosial
a) Aktifitas atau kegiatan ( activity theory )
- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah secara langsung. Teri ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan sosial
- Ukuran optimum ( pola hidup ) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia
- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut ( continuity theory )
Dasar kepribadian aatau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori Pembebasan ( Disengagement theory )
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara bengangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda ( tripel loss ), yakni 1) kehilangan peran 2) hambatan kontak sosial 3) berkurangnya kontak komitmen
a. Teori “Genetic Clock”;
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
4. Konsep Model Florence Nightingle
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan psikologis dan lingkungan sosial.
a. Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yan berhubungan dengan ventilasi dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap, bau-bauan.Tempat tidur pasien harus bersih, ruangan hangat, udara bersih, tidak lembab, bebas dari bau-bauan. Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan perawatan baik bagi orang lain maupun dirinya sendiri. Luas, tinggi penempatan tempat tidur harus memberikan memberikan keleluasaan pasien untuk beraktifitas. Tempat tidur harus mendapatkan penerangan yang cukup, jauh dari kebisingan dan bau limbah. Posisi pasien ditempat tidur harus diatur sedemikian rupa supaya mendapat ventilasi.
b. Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan aktivitas manual dapat merangsang semua faktor untuk membantu pasien dalam mempertahankan emosinya.
Komunikasi dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan kurang baik bila dilakukan diluar lingkungan pasien atau jauh dari pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya. Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungan dimana dia berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
c. Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang spesifik, kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar data-data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.
Seperti juga hubungan komuniti dengan lingkungan sosial dugaannya selalu dibicarakan dalam hubungnya individu pasien yaitu lingkungan pasien secara menyeluruh tidak hanya meliputi lingkungan rumah atau lingkungan rumah sakit tetapi juga keseluruhan komunitas yang berpengaruh terhadap lingkungan secara khusus.
d. Hubungan teori Florence Nightingale dengan beberapa konsep
Hubungan teori Florence Nightingale dengan konsep keperawatan :
1) Individu / manusia
Memiliki kemampuan besar untuk perbaikan kondisinya dalam menghadapi penyakit.
2) Keperawatan
Bertujuan membawa / mengantar individu pada kondisi terbaik untuk dapat melakukan kegiatan melalui upaya dasar untuk mempengaruhi lingkungan.
3) Sehat / sakit
Fokus pada perbaikan untuk sehat.
4) Masyarakaat / lingkungan
Melibatkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu, fokus pada ventilasi, suhu, bau, suara dan cahaya.
e. Hubungan teori Florence Nightingale dengan proses keperawatan
1) Pengkajian / pengumpulan data
Data pengkajian Florence N lebih menitik beratkan pada kondisi lingkungan (lingkungan fisik, psikis dan sosial).
2) Analisa data
Data dikelompokkan berdasarkan lingkungan fisik, sosial dan mental yang berkaitan dengan kondisi klien yang berhubungan dengan lingkungan keseluruhan.
3) Masalah
Difokuskan pada hubungan individu dengan lingkungan misalnya :
§ Kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan
§ Ventilasi
§ Pembuangan sampah
§ Pencemaran lingkungan
§ Komunikasi sosial, dll
4) Diagnosa keperawatan
Berrbagai masalah klien yang berhubungan dengan lingkungan antara lain :
§ Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap efektivitas asuhan.
§ Penyesuaian terhadap lingkungan.
§ Pengaruh stressor lingkungan terhadap efektivitas asuhan.
5) Implementasi
Upaya dasar merubah / mempengaruhi lingkungan yang memungkinkan terciptanya kondisi lingkungan yang baik yang mempengaruhi kehidupan, perrtumbuhan dan perkembangan individu.
6) Evaluasi
Mengobservasi dampak perubahan lingkungan terhadap kesehatan individu.
f. Hubungan teori Florence Nightingale dengan teori-teori lain :
1) Teori adaptasi
Adaptasi menunjukkan penyesuaian diri terhadap kekuatan yang melawannya. Kekuatan dipandang dalam konteks lingkungan menyeluruh yang ada pada dirinya sendiri. Berrhasil tidaknya respon adapatsi seseorang dapat dilihat dengan tinjauan lingkungan yang dijelaskan Florence N.
Kemampuan diri sendiri yang alami dapat bertindak sebagai pengaruh dari lingkungannya berperanpenting pada setiap individu dalam berespon adaptif atau mal adaptif.
2) Teori kebutuhan
Menurut Maslow pada dasarnya mengakui pada penekanan teori Florence N, sebagai contoh kebutuhan oksigen dapat dipandang sebagai udara segar, ventilasi dan kebutuhan lingkungan yang aman berhubungan dengan saluran yang baik dan air yang bersih.
Teori kebutuhan menekankan bagaimana hubungan kebutuhan yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam mempertahankan hidupnya.
3) Teori stress
Stress meliputi suatu ancaman atau suatu perubahan dalam lingkungan, yang harus ditangani. Stress dapat positip atau negatip tergantung pada hasil akhir. Stress dapat mendorong individu untuk mengambil tindakan positip dalam mencapai keinginan atau kebutuhan.
Stress juga dapat menyebabkan kelelahan jika stress begitu kuat sehingga individu tidak dapat mengatasi. Florence N, menekankan penempatan pasien dalam lingkungan yang optimum sehingga akan menimumkan efek stressor, misalnya tempat yang gaduh, membangunkan pasien dengan tiba-tiba, ,semuanya itu dipandang sebagai suatu stressor yang negatif. Jumlah dan lamanya stressor juga mempunyai pengaruh kuat pada kemampuan koping individu.
5. Teori Kejiwaan sosial
a) Aktifitas atau kegiatan ( activity theory )
- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah secara langsung. Teri ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut dalam banyak kegiatan sosial
- Ukuran optimum ( pola hidup ) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia
- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia
b) Kepribadian berlanjut ( continuity theory )
Dasar kepribadian aatau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori Pembebasan ( Disengagement theory )
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara bengangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda ( tripel loss ), yakni 1) kehilangan peran 2) hambatan kontak sosial 3) berkurangnya kontak komitmen
Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
1. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Sistem persyarafan.
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1) Penglihatan
a) Kornea lebih berbentuk skeris.
b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2) Pendengaran.
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a) Menurunnya kemampuan pengecap.
b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
4) Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
b. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
c. Sistem genito urinaria.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
d. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1) Produksi hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.
7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
e. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
f. Sistem muskuloskeletal.
1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) resiko terjadi fraktur.
3) kyphosis.
4) persendian besar & menjadi kaku.
5) pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang ).
a. Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.
b. Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus.
c. Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
d. Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
g. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1). Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2). Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa
3). Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4). Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5). Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik.
6). Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7). Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.
8). Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9). Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
10). Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.
11). Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1) Perubahan sistem reprduksi.
a) selaput lendir vagina menurun/kering.
b) menciutnya ovarium dan uterus.
c) atropi payudara.
d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur berangsur.
e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik.
2) Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi, 2) rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. kesehatan umum
c. Ttingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.
Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.
Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
1. perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel sel otak.
3. Gangguan halusinasi.
4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970)
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Sistem persyarafan.
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1) Penglihatan
a) Kornea lebih berbentuk skeris.
b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2) Pendengaran.
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a) Menurunnya kemampuan pengecap.
b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
4) Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
b. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
c. Sistem genito urinaria.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
d. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1) Produksi hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.
7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
e. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
f. Sistem muskuloskeletal.
1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) resiko terjadi fraktur.
3) kyphosis.
4) persendian besar & menjadi kaku.
5) pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang ).
a. Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan.
b. Gerakan reflektonik Ù Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus.
c. Gerakan involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
d. Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
g. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1). Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2). Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa
3). Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4). Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5). Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka kurang baik.
6). Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7). Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.
8). Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9). Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
10). Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak rendahnya akitfitas otot.
11). Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1) Perubahan sistem reprduksi.
a) selaput lendir vagina menurun/kering.
b) menciutnya ovarium dan uterus.
c) atropi payudara.
d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur berangsur.
e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik.
2) Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi, 2) rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial, Secara sosial Ù kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. kesehatan umum
c. Ttingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan perubahan konsep diri
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.
Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.
Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
1. perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel sel otak.
3. Gangguan halusinasi.
4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970)
Langganan:
Postingan (Atom)